Farewell, Lil' Kitty

Kemaren malem anak kucing gw mati (lagi), huhu.. Pastinya sedih, tapi kali ini tanpa banjir air mata, mungkin karna dah beberapa kali menyaksikan kasus serupa, heuu.. Atau barangkali belum tercipta chemistry yang kuat antara diriku dengan dirinya (halaah). Gw belum banyak menghabiskan waktu dengannya, gw bahkan belum sempet ngasih nama. Yah, usianya memang masih sangat muda, baru 3 minggu-an. Terlahir dari rahim seekor kucing yang juga masih muda, entah siapa bapaknya.. :hammer: Usia sang induk sekitar 11 bulan saat melahirkan (atau sekitar 14 tahun usia manusia), yang berarti baru berusia 9 bulan ketika hamil (atau sekitar 12.5 tahun usia manusia). Et dah, umur segitu mah gw masih demen maen anak BP (boneka kertas bongkar pasang), wekeke.. Anak jaman sekarang memang lebih cepat pubernya (halaah)..

Back to the story. Jadi ceritanya si induk kucing (I call her Mia, hehe) melahirkan 3 ekor kitten Mei kemaren. Satu diantaranya mati beberapa jam setelah dilahirkan. Layaknya seorang ibu baru yang belum berpengalaman, si Mia ini bisa dibilang belum tau cara mengurus anak dengan baik dan benar. Bayangin aja, sehari setelah melahirkan dia langsung keluyuran, entah kemana..padahal makanan tersedia 24 jam di rumah. Si anak ditinggalkan begitu saja tanpa pengawasan, tak jarang sampai kehausan. Hhhh.. what a bad mommy.. (-_-)” Memasuki hari ke-3, my 5 years old nephew named Rafa, yang penasaran mulai berani nengokin si anak kucing (karna sering ditinggal induknya). Hari ke-4, pas lagi fokus merhatiin si anak kucing, induknya dateng. Rafa yang takut induknya ngamuk, langsung kabur. Ternyata bukan Rafa doang yang merasa terancam, si induk kucing juga. Selain gw, si Mia ga percaya ma siapapun (karna di rumah cuma gw yang paling demen kucing). Jadi kunjungan si Rafa dia anggap sebagai ancaman.

Memasuki hari ke-5, si Mia mulai sibuk “pindahan”. Si anak bergantian diboyong mondar-mandir dalam rumah, mencari “kavling” baru. Berkali-kali kepergok dan gw balikin lagi ke kandang. Tapi dia keukeuh, tetep aja anaknya diboyong lagi. Semakin sering gw pindahin, semakin getol dia pindahan. Sekali waktu dah ada di keranjang setrikaan, di lain waktu kepergok ada di kamar, di bawah kasur. Kadang ada di sudut gudang, sesaat kemudian dah ada di dalam lemari yang ga dikunci. Cape deeehhh.. Orang rumah mulai protes, gw sendiri dah mulai pusing maen petak umpet ama si induk kucing. Ampe beberapa hari kemudian, anak-anak kucing itu pun menghilang. Radar gw ga berhasil melacak keberadaan mereka, pendengaran ultrasonik gw (kalong donk?) juga ga mampu menangkap suara mereka. Seminggu berlalu, dua anak kucing tersebut masih belum ditemukan, sementara si Mia berleha-leha di rumah. Entah dimana dia sembunyikan kedua anaknya itu. Gw pun pasrah, berserah, berharap yang terbaik bagi mereka berdua (halaah)..

Hingga akhirnya, beberapa hari kemudian, gw memergoki si Mia dengan gerak-gerik yang mencurigakan keluar dari balik lemari. Wah, pasti ada sesuatu nih.. and bener aja, ternyata si anak kucing dah nongkrong disitu. But hey, koq cuma 1? "Yang satu lagi mana?" Gw mencoba bertanya ke si Mia, tapi dia diam saja.. :hammer: Ah, sudahlah.. Gw mengamati kondisi si anak kucing yang kehilangan saudaranya itu, sambil memindahkannya kembali ke kandang. Kondisinya cukup mengenaskan. Badan kurus kering, perut buncit, dan mata besar yang melotot.. Wah, ciri-ciri gizi buruk nih.. bener-bener deh si Mia, ibu yang tidak bertanggung jawab.. *sigh* Melihat kondisinya saat itu, gw memprediksi bahwa umurnya tidak akan lama, apalagi mengingat si ibu yang hobby kabur-kaburan. Dan benar saja, 2 hari berselang gw menemukan si anak kucing sudah terbujur kaku di kandang. Sendirian. Sementara ibunya asik keluyuran. Sungguh tragis nasibmu nak.. heuu. Saat gw mempersiapkan upacara pemakaman, tiba-tiba si Mia datang menghampiri dengan santainya. Namun begitu mendapati kondisi anaknya yang tergeletak tak bergerak, raut mukanya mendadak panik. *sotoy* Dia mulai mengeong-ngeong ga jelas sambil mencium-cium anaknya. Lalu mendekapnya, dan menjilatinya. Gw biarkan momen antara ibu dan almarhum anak tersebut berlangsung beberapa saat. Tapi yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan. Si induk mulai melompat-lompat kesetanan sambil mencolak-colek mayat anaknya. Seperti sedang berusaha membangunkan dan mengajak bermain. What a heartbreaking moment.. :'(

Gw mencoba mengeluarkan si anak dari dalam kandang, tapi dia menyeret kembali si anak masuk kandang, and again, start playing with it. Gw biarkan beberapa saat, kejadian yang sama pun berulang kembali. Karna ga bisa mengimbangi gerakan si ibu (lha iya, orang dah mati), si almarhum anak pun terlempar kesana-kemari. Sungguh tidak berprikejenazahan, heuu.. Sebelum keadaan menjadi semakin tidak terkendali, gw pun segera mengambil jenazah si anak, membungkus dengan kain, dan menguburkannya di depan rumah. Sementara si Mia masih terlihat shock, malam itu berkali-kali dia keluar masuk kandang sambil mengeong-ngeong, mencari-cari keberadaan anaknya. Ibu yang aneh.. pas anaknya masih ada di depan mata dicuekin, eh.. giliran dah ga ada malah dicariin.. Mia, mia... (-_-)"

Mia, the failed mother.. :D

But wait, benarkah aneh? Rasa-rasanya kenyataan yang ada kerap kali membuktikan demikian. Anak yang tidak mempedulikan orang tuanya, orang tua yang tidak mempedulikan anaknya, adik yang tidak memmpedulikan kakaknya, kakak yang tidak mempedulikan adiknya, murid yang tidak mempedulikan gurunya, teman yang tidak mempedulikan sahabatnya, dan banyak lagi contoh lainnya. Kita cenderung kurang menghargai keberadaan orang-orang di sekitar kita, tetapi begitu orang-orang tersebut pergi meninggalkan kita, barulah kita merasa kehilangan. Kita kerap kali baru menyadari bahwa kita membutuhkan seseorang, justru ketika seseorang tersebut telah meninggalkan kita. *ini curcol bukan ya? heuheu* Well, anggap saja ini himbauan bagi kita semua, agar lebih menghargai keluarga, sahabat, dan sesama.. karna menyesal kemudian tidaklah berguna.. :)

Comments

Popular posts from this blog

Sweet Memories on June 13th (part 1)

MOS..!! (duuuh)

Newbie (part 1)